Polemik Soal Pemangkasan Masa Jabatan, Ini Tanggapan Danny Pomanto
Berita Sul-Sel | 2022-06-16

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Danny Pomanto
Sehingga, kata dia, perpanjangan masa jabatan juga bisa saja ditolak oleh masyarakat dan berbagai pihak, begitu juga dengan pemotongan masa jabatan kepala daerah.
“Saya menolak jika adanya regulasi pemotongan masa jabata saya. Begini, itukan (aturan) belum diuji hukum, sedangkan ditambah masa jabatan saja setengah mati, harus ada protesnya, apalagi mau dipotong (masa jabatan,” ucapnya.
“Ini bertentangan dengan UUD, karena memangkas hasil pilihan rakat. Disisi lain, tambah masa jabatan saja setengah mati (tidak bisa), apalagi mengurangi,” jelas Danny.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Ummum (KPU) Provinsi Sulsel, Syarifuddin Jurdi menyatakan, meskipun belum ada regulasi soal masa jabatan pilkada 2020. Akan tetapi, secara hukum jika pilkada dilaksakan serentak 2024 maka, semua daerah wajib menggelar pilkada, tanpa terkecuali.
“Jadi, di aturan UU mengatakan pilkada serentak dan Pemilihhan Legislatif (Pileg) atau Pemilihan Umum (Pemilu) dilakukan bersamaan di tahun 2024. Maka pasti semua daerah berpilkada. Baik hasil pilkada tahun sebelumnya atau pilkada 2020,” tuturnya.
Diketahui, sebelumnya secara nasional tiga Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Suhartoyo, Manahan Sitompul dan Arief Hidayat menilai kepala daerah terpilih hasil pemilihan 2020 menjadi pihak yang paling dirugikan atas berlakunya pilkada 2024.
Masa jabatan mereka yang terpilih pada 2020, menurut Hakim MK berkurang dari seharusnya lima tahun, menjadi hanya 4 tahun. Demikian disampaikan para hakim ketika memberikan masukan perihal kedudukan hukum para pemohon atas pengujian materil Undang-Undang No. 10/2016 tentang Pilkada.
“Mereka yang seharusnya kehilangan masa jabatan, tidak full (penuh) adalah (kepala daerah) yang dilantik pada 2020,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo pada sidang pemeriksaan perkara di Gedung MK, Jakarta belum lama ini.
Permohonan pengujian UU Pilkada, diajukan oleh Bartolomeus Mirip sebagai pemohon I yang pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Intan Jaya, Papua pada 2017 dan kembali ingin mencalonkan diri pada pilkada 2022.
Namun, terhalang karena aturan PasalPasal 201 ayat 7 dan ayat 8 UU 10/2016 bahwa pilkada serentak secara nasional digelar November 2024.
Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Manahan Sitompul meminta pemohon lebih mengelaborasi kerugian konstitusional atas berlakunya pasal-pasal yang diujikan, untuk memperkuat kedudukan hukum.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan ketentuan dalam pemilu dan pilkada merupakan kewenangan pembuat undang-undang atau open legal policy.
Arief menjelaskan, Mahkamah pada putusannya, berpendapat pemilu dan pilkada adalah dua rezim berbeda. Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, terang Arief, menyebutkan rezim pemilu secara normatif ditentukan lima tahun sekali. Tetapi untuk rezim pilkada sebagaimana ayat 18 ayat 4 UUD 1945, hanya menegaskan kepala daerah dipilih secara demokratis.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan kepala daerah yang masa jabatanya tidak cukup lima tahun mereka harus menerima dengan lapang dada karena sudah ditetapkan dengan aturan hukum yang jelas.
“Sehingga itu berlalu bagi kepala daerah yang terpilih pada 2020, bahwa masa jabatanya hanya sampai 2024,” katanya.
Ini menjadi konsekuensi bagi kepala daerah yang menjadi pemenang 2020 lalu. Apalagi negara Indonesia telah diatur oleh undang-undang dan ketetapan hukum yang ada.
“Itu mengikat, kalau ada yang menolak kita pertanyakan mereka bernegara seperti apa? ketaatan hukumnya seperti apa karena sudah diatur oleh undang-undang,” ujarnya.
Jika ada kepala daerah yang keberatan masa jabatannya tidak sampai 5 tahun, seharusnya mengambil langkah secapat dengan melakukan judicial review atau uji materi terhadap putusan tersebut.
“Judicial review hal yang tetapkan warga negara memiliki hak mempertanyakan dan meminta pembatalan undang-undang yang bisa merugikannya,” tuturnya.
Andi Ali memberikan contoh judicial review yang telah dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan masalah dinasti.
“Salah satunya undang-undang Pilkada yang melarang anak, saudara, istri incumbent untuk maju di Pilkada. Tapi salah seorang mengajukan judicial review,” bebernya.
Dirinya juga menyebutkan kepala daerah seharusnya tidak menyampaikan ke publik jika tidak menerima masa jabatanya dipangkas tapi harus mengambil langkah hukum dengan melakukan judicial review.
“Kan ada jalur hukumnya saya rasa,” jelasnya.
Pengamat Hukum Kepemiluan, Mappinawang memperkirakan tidak ada kepala daerah yang berani melakukan judicial review. Jika itu dia lakukan seperti menentang keputusan pemerintah sendiri walau memiliki hak sebagai warga negara Indonesia.
“Tapi ini kebijakan politik yang sudah dilegitimasi dengan undang-undang pemilu itu, sehingga kalau ada kepala daerah yang mempersoalkan itu, maka dia masuk sebagai kepala daerah tidak loyal dan menentang pemerintah pusat,” katanya.
Mantan ketua KPU Sulsel ini menyebutkan jika ada kepala daerah melakukan judicial review maka diperkirakan lawan politiknya akan mencarikan kesalahan mereka apalagi statusnya sebagai petahana.
“Sulit untuk ada yang muncul (ingin melakukan judicial review),” bebernya.
Beda saat Adnan Purichta Ichsan melakukan gugatan, karena bupati Gowa dua periode tersebut belum menjadi kepala daerah. Jadi yang ingin melakukan judicial review atau keberatan yakni kepala daerah saat ini.
“Masalahnya bisa muncul dan itu menjadi bumerang sendiri (Kalau ada kepala daerah berani melakukan judicial review),” tutupnya. (Fahrul-Suryadi/Rakyatsulsel.co.id)
“Saya menolak jika adanya regulasi pemotongan masa jabata saya. Begini, itukan (aturan) belum diuji hukum, sedangkan ditambah masa jabatan saja setengah mati, harus ada protesnya, apalagi mau dipotong (masa jabatan,” ucapnya.
“Ini bertentangan dengan UUD, karena memangkas hasil pilihan rakat. Disisi lain, tambah masa jabatan saja setengah mati (tidak bisa), apalagi mengurangi,” jelas Danny.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Ummum (KPU) Provinsi Sulsel, Syarifuddin Jurdi menyatakan, meskipun belum ada regulasi soal masa jabatan pilkada 2020. Akan tetapi, secara hukum jika pilkada dilaksakan serentak 2024 maka, semua daerah wajib menggelar pilkada, tanpa terkecuali.
“Jadi, di aturan UU mengatakan pilkada serentak dan Pemilihhan Legislatif (Pileg) atau Pemilihan Umum (Pemilu) dilakukan bersamaan di tahun 2024. Maka pasti semua daerah berpilkada. Baik hasil pilkada tahun sebelumnya atau pilkada 2020,” tuturnya.
Diketahui, sebelumnya secara nasional tiga Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Suhartoyo, Manahan Sitompul dan Arief Hidayat menilai kepala daerah terpilih hasil pemilihan 2020 menjadi pihak yang paling dirugikan atas berlakunya pilkada 2024.
Masa jabatan mereka yang terpilih pada 2020, menurut Hakim MK berkurang dari seharusnya lima tahun, menjadi hanya 4 tahun. Demikian disampaikan para hakim ketika memberikan masukan perihal kedudukan hukum para pemohon atas pengujian materil Undang-Undang No. 10/2016 tentang Pilkada.
“Mereka yang seharusnya kehilangan masa jabatan, tidak full (penuh) adalah (kepala daerah) yang dilantik pada 2020,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo pada sidang pemeriksaan perkara di Gedung MK, Jakarta belum lama ini.
Permohonan pengujian UU Pilkada, diajukan oleh Bartolomeus Mirip sebagai pemohon I yang pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Intan Jaya, Papua pada 2017 dan kembali ingin mencalonkan diri pada pilkada 2022.
Namun, terhalang karena aturan PasalPasal 201 ayat 7 dan ayat 8 UU 10/2016 bahwa pilkada serentak secara nasional digelar November 2024.
Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Manahan Sitompul meminta pemohon lebih mengelaborasi kerugian konstitusional atas berlakunya pasal-pasal yang diujikan, untuk memperkuat kedudukan hukum.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan ketentuan dalam pemilu dan pilkada merupakan kewenangan pembuat undang-undang atau open legal policy.
Arief menjelaskan, Mahkamah pada putusannya, berpendapat pemilu dan pilkada adalah dua rezim berbeda. Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, terang Arief, menyebutkan rezim pemilu secara normatif ditentukan lima tahun sekali. Tetapi untuk rezim pilkada sebagaimana ayat 18 ayat 4 UUD 1945, hanya menegaskan kepala daerah dipilih secara demokratis.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan kepala daerah yang masa jabatanya tidak cukup lima tahun mereka harus menerima dengan lapang dada karena sudah ditetapkan dengan aturan hukum yang jelas.
“Sehingga itu berlalu bagi kepala daerah yang terpilih pada 2020, bahwa masa jabatanya hanya sampai 2024,” katanya.
Ini menjadi konsekuensi bagi kepala daerah yang menjadi pemenang 2020 lalu. Apalagi negara Indonesia telah diatur oleh undang-undang dan ketetapan hukum yang ada.
“Itu mengikat, kalau ada yang menolak kita pertanyakan mereka bernegara seperti apa? ketaatan hukumnya seperti apa karena sudah diatur oleh undang-undang,” ujarnya.
Jika ada kepala daerah yang keberatan masa jabatannya tidak sampai 5 tahun, seharusnya mengambil langkah secapat dengan melakukan judicial review atau uji materi terhadap putusan tersebut.
“Judicial review hal yang tetapkan warga negara memiliki hak mempertanyakan dan meminta pembatalan undang-undang yang bisa merugikannya,” tuturnya.
Andi Ali memberikan contoh judicial review yang telah dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan masalah dinasti.
“Salah satunya undang-undang Pilkada yang melarang anak, saudara, istri incumbent untuk maju di Pilkada. Tapi salah seorang mengajukan judicial review,” bebernya.
Dirinya juga menyebutkan kepala daerah seharusnya tidak menyampaikan ke publik jika tidak menerima masa jabatanya dipangkas tapi harus mengambil langkah hukum dengan melakukan judicial review.
“Kan ada jalur hukumnya saya rasa,” jelasnya.
Pengamat Hukum Kepemiluan, Mappinawang memperkirakan tidak ada kepala daerah yang berani melakukan judicial review. Jika itu dia lakukan seperti menentang keputusan pemerintah sendiri walau memiliki hak sebagai warga negara Indonesia.
“Tapi ini kebijakan politik yang sudah dilegitimasi dengan undang-undang pemilu itu, sehingga kalau ada kepala daerah yang mempersoalkan itu, maka dia masuk sebagai kepala daerah tidak loyal dan menentang pemerintah pusat,” katanya.
Mantan ketua KPU Sulsel ini menyebutkan jika ada kepala daerah melakukan judicial review maka diperkirakan lawan politiknya akan mencarikan kesalahan mereka apalagi statusnya sebagai petahana.
“Sulit untuk ada yang muncul (ingin melakukan judicial review),” bebernya.
Beda saat Adnan Purichta Ichsan melakukan gugatan, karena bupati Gowa dua periode tersebut belum menjadi kepala daerah. Jadi yang ingin melakukan judicial review atau keberatan yakni kepala daerah saat ini.
“Masalahnya bisa muncul dan itu menjadi bumerang sendiri (Kalau ada kepala daerah berani melakukan judicial review),” tutupnya. (Fahrul-Suryadi/Rakyatsulsel.co.id)
TOPIK TERKAIT:
-
Danny Pomanto Paparkan Strategi Makassar yang Berketahanan Iklim dan Berkelanjutan di Hadapan 300 Perwakilan Kota Dunia
-
Dampingi PJ Gub Sulsel, Fatmawati Rusdi Tinjau Harga Komoditas Pangan di Dua Pasar Tradisional
-
Isu Dukungan Pada Bupati MB Siap Bertarung Menuju Senayan Makin Gencar
-
Wali Kota Danny Pomanto Presentasikan Pakinta dan Jampangi dalam Innovative Government Award Kemendagri 2023
-
Asisten Pemerintahan dan Kesra Hadiri Sertijab Camat Wotu
-
Ada Apa di Polsek Bontomarannu, 2 kali Tolak Adum, Setelah Diterima Di-A2-kan
-
Kapolres AKBP. Dedi Surya Dharma Lantik Kapolsek Enrekang Dan Kapolsek Curio
-
Pemkab Lutim Gelar Rapat Koordinasi Pengarusutamaan Gender Tahun 2023
-
Gerakan Perubahan Perilaku, Fatmawati Rusdi Tekankan Pentingnya Sinergitas
BERITA VIDEO POPULER
BERITA TERKINI:
Dampingi PJ Gub Sulsel, Fatmawati Rusdi Tinjau Harga Komoditas Pangan di Dua Pasar Tradisional
Viewnum 176
1 hari yang lalu
Isu Dukungan Pada Bupati MB Siap Bertarung Menuju Senayan Makin Gencar
Viewnum 1331
2 hari yang lalu
Wali Kota Danny Pomanto Presentasikan Pakinta dan Jampangi dalam Innovative Government Award Kemendagri 2023
Viewnum 383
2 hari yang lalu
Ada Apa di Polsek Bontomarannu, 2 kali Tolak Adum, Setelah Diterima Di-A2-kan
Viewnum 1680
2 hari yang lalu
Kapolres AKBP. Dedi Surya Dharma Lantik Kapolsek Enrekang Dan Kapolsek Curio
Viewnum 297
2 hari yang lalu
Gerakan Perubahan Perilaku, Fatmawati Rusdi Tekankan Pentingnya Sinergitas
Viewnum 428
2 hari yang lalu
Makassar Bersiap Selenggarakan Forum ASEAN untuk Penyandang Disabilitas Oktober Mendatang
Viewnum 264
2 hari yang lalu
TERPOPULER HARI INI

Isu Dukungan Pada Bupati MB Siap Bertarung Menuju Senayan Makin Gencar
ViewNum 1331 kali

Andi Batari Toja Siap Tuntaskan Masalah Kekeringan di Enrekang
ViewNum 4040 kali

Studi Tiru Ke Kota Bekasi, PKK Gowa Perluas Wawasan 10 Program Pokok PKK
ViewNum 1246 kali

Gempa Besar Guncang Maroko, Ribuan Korban
ViewNum 1065 kali

Warga Respon Baik Operasi Zebra Pallawa 2023 Wilayah Polres Enrekang
ViewNum 1039 kali

Otoritas Maroko Sebut Korban Gempa Menjadi 632 Orang
ViewNum 1157 kali

Update Gempa Maroko, 296 Tewas
ViewNum 1063 kali
