Netralitas Pemprov Tangani Konflik Nelayan Dipertanyakan, Senegal, ANB Bilang Begini

Berita Sul-Sel | 2022-09-19

© Disediakan oleh Jalurinfo.com
JALURINFO.COM, MAKASSAR- Netralitas Pemerintah Provinsi(Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam menangani konflik nelayan dipertanyakan alias diragukan.

Pasalnya, Kadis Kelautan dan Perikanan (KP) Pemprov Sulsel, M Ilyas melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Perikanan. Dengan demikian patut diduga ada sesuatu di balik larangan itu. karena Kadis M Ilyas, hanya berdasarkan like or dislike(suka atau tidak suka red), pada masyarakat tertentu atau wilayah tertentu.

Baca juga: Menteri Industri dan Dubes Inggris Terkesan dengan Operasi PT Vale di Sorowako

Baca juga: Sekda Gowa Motivasi 350 Pelaku UMKM Hingga Serahkan Santunan Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan

Sesuai hasil penelusuran Jalurinfo.com, alat tangkap perre-perre yang dilarang itu, merupakan jenis alat tangkap ramah lingkungan, dan merupakan hasil inovasi nelayan. Konon jaman dulu, perre-perre menggunakan lampu strongking sebagai alat penerang, kekinian nelayan menggunakan balon lampu listrik
Selain itu, ikan yang ditangkap para nelayan yang menggunakan perre-perre bukan jenis ikan yang dilarang atau dlindungi negara. Perre perre masuk dalam golongan alat penangkap ikan jenis "seser" yang spesifik, menagkap ikan pelagis kecil, yaitu ikan mairo. Jenis ikan ini bergerombol dalam jumlah populasi yang besar dan muncul di perairan tertentu pada musim tertentu pada alur migrasi Ketika berada pada wilayah perairan tertentu, kadang masyarakat setempat di sekitar wilayah tersebut mengklaim bahwa gerombolan ikan ini menjadi miliknya, sehingga menggunakan berbagai macam dalih untuk melarang dan menghalangi nelayan dari tempat lain untuk melakukan penangkapan ikan ini di wilayah tersebut Ironisnya terkadang pihak yang diberi kewenangan untuk mengatur, mengelola, mengawasi dan seterusnya "terjebak" oleh berbagai macam dalih sebagai pembenaran dari pihak-pihak yang menghalangi pihak lain melakukan aktivitas penangkapan di wilayah penangkapan yang mereka klaim, sehingga pihak pemerintah yang diberi kewenangan tersebut seringkali tindakannya dituding berlaku tidak adil oleh pihak yang merasa dirugikan utamanya nelayan penangkap ikan mairo yang menggunakan alat tangkap perre perre.

Baca juga: Ceritera Piluh Para Petani, Ladang Mereka di Bibir Pammukkulu Mendadak Jadi Hutan Lindung

Baca juga: Lepas 153 JCH Lutim, Budiman : Insha Allah Raih Predikat Haji Mabrur

Diskriminasi

Karena pihak pemerintah diduga melakukan diskriminasi kepada nelayan dengan pelarangan kepada mereka untuk melakukan aktivitas penangkapan di wilayah tersebut dsngan dalih demi keamanan nelayan, sementara salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan perlindungan kepada nelayan tradisional pada zona 0 sampai 2Mil laut, sesuai Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Perlindungan Sumber Daya Perikanan

Baca juga: Taman Adnan-Kio dengan Konsep Lounge Outdoor Akan Percantik Kantor Bupati Gowa

Baca juga: Pemkab Gowa Gandeng FH Unhas Siapkan Beasiswa di Bidang Ilmu Hukum


Sementara itu ketentuan telah mengatur dasar pelarangan aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain sebagai berikut.

Alat tangkap yang masuk kategori merusak lingkungan Alat tangkap yang dioperasionslkan di luar jalur penangkapan yang diizinkan. Diketahui, selama ini, Perre perre dioperasionalkan di perairan laut Sulawesi Selatan. WPP(Wilayah Perairan Penangkapan) 713(Selat Makassar, Teluk Bone dan laut Flores)

Kalau mengacu pada ketentuan di atas, dan melihat fakta yang ada maka, pertanyaannya, Apakah alat tangkap Perre-perre memenuhi kriteria tersebut, kalau tidak surat edaran Kadis Kelautan dan Perikanan Prov. Sul Sel harus dicabut demi rasa keadilan masyarakat.

Melampaui Wewenang

Bunyi surat Kadis KP Prov Sulsel Nomor 523/1377/UM/Dep. Perihal Alat tangkap Perre-Perre yang ditandatangani Dr M Ilyas ST pada tanggal 25 Agustus 2022. Tentang pelarangan sementara alat penangkap ikan Perre perre dioperasionalkan di perairan laut Sulawesi Selatan. "Sehubungan dengan banyaknya konflik nelayan terkait penggunaan alat tangkap perre perre di Wilayah Pengelolaan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas KP menyampaikan beberapa hal.

Pertama,. "Berdasarkan Hasil Identifikasi dan Pengamatan dilapangan dapat disimpulkan bahwa alat tangkap perre-perre belum diatur dalam PERMEN KP Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan Dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan."

Kedua, "Melarang penggunaan alat tangkap perre perre sementara waktu pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan sampai adanya keputusan Kementrian Kelautan dan Perikanan tentang aturan penggunaan alat tangkap tersebut."

Ketiga,."Surat Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulawesi Selatan No 523/155/02/DKP tanggal 08 Februari 2020 tentang Pengaduan Nelayan Kab. Bantaeng terhadap Penggunaan API tidak bisa dijadikan dasar dalam penggunaan alat tangkap perre-perre."

Enam hari setelah keluar surat Kadis KP Prov Sulse,l ANB(Aliansi Nelayan Bantaeng) pada tanggal 31 Agustus 2022 lakukan aksi penolakan terhadap aturan tersebut, ANB menilai Kadis KP, M Ilyas telah melampaui Wewenang. Pun, DPRD Kabupaten Bantaeng gelar rapat dengar pendapat dengan ANB, hasilnya tanggal 1 September 2022 mengeluarkan rekomendasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan Prov Sulsel. Bunyi rekomendasi Pertama, Merekomendasikan ke Dinas Kelautan dan Oerikanan Prov: Sulsel S sesuai kesepakatan DPRD Kab. Bantaeng dan Aliansi Nelayan Bantaeng (ANB) menolak adanya Surat Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Sulawesi Selatan, Nomor: 523/1377/VIII/164, Perihal: Alat tangkap perre-perre.

Kedua, Merekomendasikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Slael untuk segera mengeluarkan hasil kajian tentang penggunaan alat tangkap perre-perre yang ramah lingkungan sehingga tidak merugikan masyarakat nelayan Kab. Bantaeng

Ketiga, Meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulsel untuk segera meninjau kembali Surat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulawesi Selatan terkait penggunaan alat tangkap perre-perre.

Sementara itu Kepala Bidang Tangkap Dinas Kaluatan dan Perikanan Kab Bantaeng Nurzainuddin melalui telpon Selasa(13/9/2022), mengatakan, "Bila kita berbicara batas wilayah laut antar kabupaten/kota maka yang perlu menjadi perhatian adalah kewenangan pengelolaan, pengaturan dan pengawasan wilayah pesisir dan laut sebagaimana di atur dalam UU 23 thn 2014, bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan laut menjadi kewenangan penuh pemerintah prov. Sampai batas 12 mil laut artinya kewenanangan pemerintah kab/kota telah dilimpahkan ke pemerintah provinsi,"

Ketika ditanya sikap Dinas KP Kab Bantaeng, tentang pelarangan perre-perre, dari sebrang telpon terdengar Nurzainuddin tertawa kecil sembari mengatakan, DPRD Bantaeng telah mengeluarkan rekomendasi, kita tunggu saja hasilnya."

Lanjut Nurzainuddin, Kalau kita membaca poin kedua surat tersebut maka sangat sulit. Ada frasa 'sementara waktu' hisa dalamyx hitungan bulan, bisa juga bertahun-tahun. Di sisi lain pada masa sulit seperti saat ini, banyak nelayan Bantaeng yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan Perre-perre."

"Dan tak kalah pentingnya adalah tidak sedikit nelayan Bantaeng telah mengeluarkan ratusan juta Rupiah untuk membiayai Perre-perre dan dana itu dari uang kredit bank. Bila dilarang lalu siapa yang membayar kredit mereka ' tutup Zainuddin

Kecemburuan Sosial

Terpisah, Ketua Senegal(Serikat Nelayan Galesong) Dr Muh Idris Betta, melalu pesan WhatsApp, Selasa(13/9/2022), mengatakan, "Alat penangkap ikan yang bernama Perre Perre pada prinsipnya adalah alat tangkap yang ramah lingkungan laut karena tidak merusak lingkungan laut. Adapun aturan yang mengatur alat tangkap tersebut belum ada karena belum dicantumkan dalam aturan alat tangkap yang dibolehkan atau yg tidak dibolehkan. Adapun mengenai surat edaran pelarangan alat tangkap ikan perre perre itu adalah ranahnya para pengambil kebijakan dalam meredam masalah yg terjadi di daerah tertentu utk tdk berkembang.

"Menurut pengamatan kami dilapangan ini masalah terjadi karena beberapa faktor, termasuk kecemburuan sosial diantara nelayan dan faktor etika dalam melakukan penangkapan ikan oleh para nelayan yg tdk memperhitungkan jarak dgn nelayan lain pada waktu menggunakan alat tangkapnya,* ucap M.Idris Betta.

Ketika ditanya, bagaimana sikap Senegal, Lelaki yang karib disapa Baeng Betta mengatakan, "Surat tersebut dapat diterima sepanjang dalam pelaksanaannya agak bijak dan tidak menimbulkan masalah pada nelayan tersebut. Sayangnya Dg Betta tidak merinci frasa, "agak bijak" dan "tidak menimbulkan masalah."

Bingung

Sementara itu, salah seorang aktivis yang mengaku sebagai pemerhati nelayan saat ditemui di salah satu Warkop di Jl Ngeppe Makasar Jumat(16/9/2022) mengatakan mengikuti pemasalahan yang dialami nelayan pengguna alat tangkap Perre-perre. Nelayan belajar untuk menaati Undang-Undang maupun peraturan yang berada di bawahnya bahwa jagalah lingkungan hidup dengan cara jangan menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan. Sekarang nelayan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan juga dilarang. Akhirnya masyarakat nelayan bingung.

Menurut Lelaki berperawakn tinggi kurus yang tak ingin disebutkan namanya ini, mengatakan, "Sesuatu yang tidak dilarang maka tidak perlu ditafsirkan lagi. Dia pun mengajak wartawan media ini, keluar warkop seraya menunjuk arah kiri di situ tertulis rambu-rambu dilarang Stop. Kemudian di depan rumah Sakit Haji Makassar terdapat rambu-rambu dlarang parkir. Setelah kami masuk kembali ke Warkop lelaki kurus itu tertawa lepas, kemudian mengatakan, kalau kita memakai logika berpikir pihak Dinas KP maka sepanjang jalan ini penuh dengan rambu-rambu, karena ada juga rambu-rambu diisinkan stop dan tidak dilarang parkir

"Saya menduga hanya karena ada kecemburuan sosial dan agenda politik pihak-pihak tertentu sehingga muncul kebijakan melarang beroprasi perre-perre. Semoga pak gubernur cepat turun tangan menengahi masalah ini, sehingga tidak berlarut-larut, yang berujung pada tidak berwibawa pemerintah di mata masyarakat," harapnya (M.Said Welikin)

TOPIK TERKAIT:

JALURINFO VIDEO NEWS

Dragon's Breath Flight Line di pulau pribadi Royal Caribbean di Haiti

Dragon's Breath Flight Line di pulau pribadi Royal Caribbean di Haiti

Shiraz, Masjid Nasir al-Mulk

Shiraz, Masjid Nasir al-Mulk

Suasana Kepanikan Pengunjung Mall Trans Studio Makassar saat Kebakaran

Suasana Kepanikan Pengunjung Mall Trans Studio Makassar saat Kebakaran

Breaking News: Mall Trans Studio Makassar Terbakar

Breaking News: Mall Trans Studio Makassar Terbakar

Keindahan dan Keunikan di Air Terjun Tertinggi di Dunia di Venezuela

Keindahan dan Keunikan di Air Terjun Tertinggi di Dunia di Venezuela

JALURINFO TV NETWORK

BERITA TERKINI:

TERPOPULER HARI INI

KOLEKSI VIDEO POPULER

PT. JALUR INFO NUSANTARA

Jalur Informasi Independen & Terpercaya

Copyright 2020