
Kebijakan Ekspor Benih Lobster: Sistem Kuota dan Evaluasi Manajemen Distribusi
Opini | 2023-01-04

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia
JALURINFO.COM, JAKARTA-
Semoga putusan PTUN Jakarta Januari 2023 ini, mengabul gugatan para perusahaan yang merugi akibat menyetop ekspor benih lobster. Sebelumnya gugatan tersebut dilayangkan ke Mahkamah Agung RI. Tetapi ditolak karena perbedaan pengertian soal kelembagaan nelayan yang berdampak, tapi tidak merugi dan perusahaan ekspor benih yang berdampak pada kerugian.
Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI) meminta majelis hakim agar pada saat pengambilan keputusan sidang gugatan, dapat mengabulkan gugatan nelayan Lobster dan perusahaan. Perlu, melanjutkan kebijakan benih lobster atau benur.
Baca juga: SKETSA-SKETSA
Kedepan, hindari pembuatan Paguyuban Cargo oleh perusahaan dan bersihkan pelaku - pelaku black market yang selama ini merugikan negara. Semakin dilarang benih lobster di ekspor. Maka semakin besar pulang black market yang terjadi. Penyelundupan semakin luas. Bahkan sekarang, di pelabuhan cacing diseluruh Indonesia. Penyelundupan benih lobster memakai drone yang bisa terbang kurang lebih 3 - 7 jam lamanya.
Penghentian ekspor benih termuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor B.22891/DJPT/PI.130/XI/2020 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan peraturan permanen larangan ekspor benih lobster harus dicabut.
Baca juga: Sketsa-Sketsa
Setelah dilakukan evaluasi, perlu penerapan kebijakan Lobster berbasis kuota seperti kebijakan penangkapan Kuota Ikan. Karena lobster memiliki potensi dan market yang sangat besar. Seluruh elemen stakeholders dapat dibedakan berdasarkan metode penangkapan dan alat tangkap, seperti lobster ukuran besar yang terdiri dari Mutiara, Pasir, Bambu, Batik, batu, Pakistan dan lainnya dapat tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPPNRI) tertentu. Dengan alat tangkap capit dan menyelam.
Kemudian, benih lobster juga berbasis kuota penangkapan yang diatur melalui regulasi secara ketat dan selektif. Karena nelayan benih lobster berada di pesisir. Penangkapan benih lobster pun hanya berjarak kurang dari 200 meter dari pinggir pantai. Dengan alat tangkap Pocong. Alat tangkap yang bersifat pasif (tidak bergerak). Menunggu benih lobster menempel pada alat tangkap Pocong.
Kemudian, budidaya perairan maupun darat harus seimbang dengan penngkapan benih lobster. Pola penerapan mekanisme budidaya pun sangat berbeda, seperti benih lobster berukuran 100 cm yang bisa dibudidaya karena faktor survivalnya sangat tinggi. Sementara benih lobster bening, tidak dapat di budidaya karena survivalnya sangat rendah.
Sekarang, budidaya sangat jarang. Semua mati dan tiarap. Karena benih lobster tidak tersedia seperti yang diharapkan. Faktor Black market sangat dominan melakukan penyelundupan sehingga benih tidak tersedia untuk budidaya. Maka, kedepan kebijakan penangkapan lobster berbasis kuota, juga menentukan target budidaya yang harus seimbang serta sistem restocking sendiri.
Ada juga skema lain, untuk mengaktifkan Perusahaan daerah. Kebijakan dialihkan kepada daerah untuk mengelola keluar masuknya perdagangan lobster. Lebih baik Pemerintah Pusat menyerahkan sepenuhnya kewenangan ekspor benih lobster kepada Pemerintah Daerah. Sebab, yang bisa melaksanakan tiga unsur penting yang ada di dalam Permen tersebut yakni budidaya, restocking dan penangkapan, hanyalah Pemerintah Daerah.
Kenapa dikembalikan ke Daerah? pertama: untuk menghindari monopoli. Kedua: nelayan bisa ekspor langsung. Ketiga: Pemerintah Daerah juga bisa sesuaikan keadaan dan kepentingan nelayan di wilayahnya masing-masing dengan membuat Peraturan Daerah sebagai aturan turunan dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan.[] Bersambung
Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI) meminta majelis hakim agar pada saat pengambilan keputusan sidang gugatan, dapat mengabulkan gugatan nelayan Lobster dan perusahaan. Perlu, melanjutkan kebijakan benih lobster atau benur.
Baca juga: SKETSA-SKETSA
BILA RAMADHAN DATANG LAGI
Catatan: Syamsu Nur
Baca juga: Soal 1 Kursi 2 Pantat dan Pangkat Bawahan Lebih Tinggi di Takalar, Netizen Bilang Begini
Di samping itu, aturan sebelumnya yang mengatur kebijakan ekspor benih lobster yakni Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster dievaluasi dan diperbaiki terlebih dahulu sebelum kebijakannya dilanjutkan kembali. Karena ada banyak hal positif yang perlu diperkuat dan ambil dalam peraturan tersebut.Kedepan, hindari pembuatan Paguyuban Cargo oleh perusahaan dan bersihkan pelaku - pelaku black market yang selama ini merugikan negara. Semakin dilarang benih lobster di ekspor. Maka semakin besar pulang black market yang terjadi. Penyelundupan semakin luas. Bahkan sekarang, di pelabuhan cacing diseluruh Indonesia. Penyelundupan benih lobster memakai drone yang bisa terbang kurang lebih 3 - 7 jam lamanya.
Baca juga: Kisah Jenaka di Pantai Akarena Makassar
Baca juga: Ceritera Lucu 1 Kursi 2 Pantat dan Kisah Aneh di Birokrasi Takalar
Siapa yang bertanggungjawab terhadap penyelundupan benih lobster seperti itu. Padahal dalam keadaan terlarang ditangkap dan dipergunakan untuk apapun tidak boleh. Apalagi ekspor keluar negeri. Tentu, pemerintah harus ambil langkah evaluasi dan rancang kembali kebijakan ekspor benih lobster. Tentu kebijakan bersifat evaluasi dan diperbaiki sehingga dapat menata kembali mekanisme ekspor dan budidaya.Penghentian ekspor benih termuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor B.22891/DJPT/PI.130/XI/2020 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan peraturan permanen larangan ekspor benih lobster harus dicabut.
Baca juga: Sepenggal Tulisan Petani Pulau Obi
Baca juga: Sketsa-Sketsa
ANTARA MEDIA CETAK DAN MEDIA ON LINE
Catatan : Syamsu Nur
Setelah dilakukan evaluasi, perlu penerapan kebijakan Lobster berbasis kuota seperti kebijakan penangkapan Kuota Ikan. Karena lobster memiliki potensi dan market yang sangat besar. Seluruh elemen stakeholders dapat dibedakan berdasarkan metode penangkapan dan alat tangkap, seperti lobster ukuran besar yang terdiri dari Mutiara, Pasir, Bambu, Batik, batu, Pakistan dan lainnya dapat tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPPNRI) tertentu. Dengan alat tangkap capit dan menyelam.
Kemudian, benih lobster juga berbasis kuota penangkapan yang diatur melalui regulasi secara ketat dan selektif. Karena nelayan benih lobster berada di pesisir. Penangkapan benih lobster pun hanya berjarak kurang dari 200 meter dari pinggir pantai. Dengan alat tangkap Pocong. Alat tangkap yang bersifat pasif (tidak bergerak). Menunggu benih lobster menempel pada alat tangkap Pocong.
Kemudian, budidaya perairan maupun darat harus seimbang dengan penngkapan benih lobster. Pola penerapan mekanisme budidaya pun sangat berbeda, seperti benih lobster berukuran 100 cm yang bisa dibudidaya karena faktor survivalnya sangat tinggi. Sementara benih lobster bening, tidak dapat di budidaya karena survivalnya sangat rendah.
Sekarang, budidaya sangat jarang. Semua mati dan tiarap. Karena benih lobster tidak tersedia seperti yang diharapkan. Faktor Black market sangat dominan melakukan penyelundupan sehingga benih tidak tersedia untuk budidaya. Maka, kedepan kebijakan penangkapan lobster berbasis kuota, juga menentukan target budidaya yang harus seimbang serta sistem restocking sendiri.
Ada juga skema lain, untuk mengaktifkan Perusahaan daerah. Kebijakan dialihkan kepada daerah untuk mengelola keluar masuknya perdagangan lobster. Lebih baik Pemerintah Pusat menyerahkan sepenuhnya kewenangan ekspor benih lobster kepada Pemerintah Daerah. Sebab, yang bisa melaksanakan tiga unsur penting yang ada di dalam Permen tersebut yakni budidaya, restocking dan penangkapan, hanyalah Pemerintah Daerah.
Kenapa dikembalikan ke Daerah? pertama: untuk menghindari monopoli. Kedua: nelayan bisa ekspor langsung. Ketiga: Pemerintah Daerah juga bisa sesuaikan keadaan dan kepentingan nelayan di wilayahnya masing-masing dengan membuat Peraturan Daerah sebagai aturan turunan dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan.[] Bersambung
TOPIK TERKAIT:
-
Amatiran Urus Garam
-
23 Tahun Ngos-ngosan Antara 2 Bibir
Oleh: M Said Welikin -
Orang pinggiran dan Bedah Rumah
Oleh: M Said Welikin -
Polisiku, Polisita, Polisi Kita Semua, tetap Menjadi Dambaan Masyarakat
-
Sketsa-sketsa
41 Tahun Harian Fajar KETIKA PENDIRI TIDAK “TURUN GUNUNG” LAGI
Catatan : Syamsu Nur -
Sketsa-sketsa
FAREL PRAYOGA dan Lagu OJO DIBANDINGKE
Catatan: Syamsu Nur -
Sketsa-sketsa
KETIKA PARE-PARE MENIKMATI PSM
Catatan: Syamsu Nur -
Sketsa-sketsa
KETIKA HARGA BBM NAIK LAGI
Catatan: Syamsu Nur -
Sketsa-sketsa
MASIH BISAKAH BERKATA, “JANGAN SAKIT JANTUNGLAH”
Catatan : Syamsu Nur
JALURINFO VIDEO NEWS

Jelajahi Keimdahan Alam Dunia di Sini

Pegunungan Altai Mongolia, Keindahan Alam yang Menawan di Mongolia

Menakjubkan dan Luar Biasa: Keindahan Istana Augustusburg di Brühl, Jerman

Festival Balon Udara Cappadocia: Pengalaman Wisata Tak Terlupakan

Melihat Letusan Spektakuler Gunung Berapi Meradalir Islandia

JALURINFO TV NETWORK
BERITA TERKINI:
Laka Lantas Jadi Curhatan Warga Desa Larobende Di Jumat Curhat Polres Konawe Utara
Viewnum 456
12 jam yang lalu
Camat Ujungbulu Akui Inovasi Lorong Jelita Dukcapil: Dekatkan Pelayanan ke Masyarakat
Viewnum 674
15 jam yang lalu
Janji AKP Fitrayadi di Awal Ramadan, Siap Dicopot dan Dilaporkan ke Kapolda Sultra
Viewnum 1128
1 hari yang lalu
Sasar Lahan Kritis, Pemkab Gowa Kembali Tanam 4.000 Bibit Pohon di Tombolopao
Viewnum 1678
3 hari yang lalu
TERPOPULER HARI INI

Bachtiar Adnan Kusuma, Bisnis Buku Islam, Peluang Pasarnya Prospektif
ViewNum 1267 kali

Kabupaten Gowa Jadi Lokasi Pengembangan Peternakan Ayam Broiler
ViewNum 1972 kali

Jam Kerja ASN Dikurangi Selama Ramadan
ViewNum 1859 kali

Wabup Edy Manaf Dirikan Rumah Tahfidz di Rumah Orangtuanya
ViewNum 1851 kali
