Catatan Setahun Work From Home (WFH)

Opini | 2021-03-22

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
MAKASSAR, JALURINFO.COM - Bulan maret ini persis setahun saya bekerja dari rumah (Work From Home-WFH) gara-gara COVID-19. Selama setahun itu, kalau catatan saya tidak salah, 22 kali kali saja saya ke kantor karena urusan yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Artinya dalam sebulan kira-kira hanya 1,7 kali ke kantor dibanding pukul rata 23 kali setiap bulannya.

Dari yang 1,7 kali itupun hitungan jamnya lebih pendek. Paling lama hanya sekitar empat jam. Bandingkan dengan paling sedikitnya delapan jam untuk situasi normal. Kalau dihitung maka per bulan saya menghabiskan 6,8 jam di kantor di masa COVID-19 berbanding 184 jam di masa normal.

Bukan berarti jam kerja kemudian menjadi berkurang ketika bekerja dari rumah. Justru sebaliknya. Karena segala sesuatunya dilakukan lewat online batas antara kantor dan rumah menjadi kabur. Demarkasi waktu kerja dan tidak menjadi rancau. Semacam juga ada perasaan kita harus siap setiap saat untuk online, toh bagaimana lagi kita memang di rumah, dan orang berekspektasi kita selalu lowong untuk dihubungi. Dan itu ternyata lebih melelahkan ketimbang kalau kita harus ke kantor.

Baca juga: Sketsa-sketsa

MINYAK GORENG, YANG IKUT “MENGGORENG” BERITA.
Catatan :Syamsu Nur

Sebulan hingga enam bulan di awal terasa sungguh nikmat bisa bekerja total dari rumah. Pengalaman baru. Begitu banyak yang ternyata bisa diselesaikan. Segala sesuatunya terasa efektif dan efisien. Tidak perlu bermacet-macet di jalan. Tidak perlu buang-buang energi dan waktu.

Tetapi ketika novelty (rasa gembira karena pengalaman baru) berangsur pudar, bekerja dari rumah—jujur saja—mulai terasa berat.

Apa yang tidak saya sadari adalah 184 jam bekerja di kantor bukan hanya persoalan bekerja saja. Tetapi juga persoalan memenuhi kebutuhan kemanusiaan untuk berinteraksi, berbagi cerita, bertatap muka fisik, atau sekadar bertemu orang yang kita tahu terikat dalam sebuah persamaan—dalam hal ini kantor. Dan kantor adalah juga ruang tumpah ruah lalu lintas pengalaman pribadi masing-masing anggotanya. Itu merupakan bahan obrolan yang selalu baru—tentu tidak semuanya harus dibagi—dengan orang di rumah.




BERITA TERKAIT

Tender Kuota Lelang Ikan: Ambisi Oligarki Kuasai Laut Indonesia
Sketsa-sketsa <br><br>WALIKOTA MAKASSAR DAN PROYEK LISTRIK TENAGA SAMPAH  <br>Catatan : Syamsu Nur.
Sketsa-sketsa <div><br></div>PESANTREN dan PERPRES No.82 Thn 2021 <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>IN MEMORIAM Ir. Haji Fajriaty Muhammadiah General Manajer First Toyota Kalla <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>LAPAS TERBAKAR, PELAJARAN YANG SANGAT MAHAL <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>SETELAH MEDSOS, MUNCULLAH MURAL <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa<br><br>Selamat Ultah Alwi Hamu, 77 Tahun<br>Catatan: Syamsu Nur
Sketsa-sketsa:<div><br></div>ISOLASI MANDIRI, BAGAIMANA AMANNYA?<br>Catatan: Syamsu Nur
Memorian M. Taufik Fachrudin: ANAK BAND YG BAIK DAN SUKSES, Catatan: SUWARDI THAHIR
Sketsa-sketsa<div><br></div>TERAS EMPANG PARE-PARE, PROFIL SEMANGAT KEMANDIRIAN EKONOMI<br>Catatan: Syamsu Nur

TERPOPULER

  1. Masjid Al Sahaba: Perpaduan Keindahan Modern di Pusat Sejarah Sharm el-Sheikh

  2. Three Gorges, Keajaiban Pembangkit Listrik Tenaga Air Terbesar di Dunia

  3. Keunikan Beruang Kutub di Arktik, Pesona di Atas Es Tipis

  4. Keajaiban Alam yang Memikat di Gua Kristal, Bermuda

  5. Keindahan Abadi Hagia Sophia, Sebuah Permata di Istanbul, Turki

  6. Menakjubkan dan Megahnya Wat Arun di Bangkok, Thailand

  7. Dragon's Breath Flight Line di pulau pribadi Royal Caribbean di Haiti

  8. Shiraz, Masjid Nasir al-Mulk

  9. Suasana Kepanikan Pengunjung Mall Trans Studio Makassar saat Kebakaran

  10. Breaking News: Mall Trans Studio Makassar Terbakar

RELIGI

Mengenal Kegiatan Ziadah Tahfidz di Ponpes An-Nur Tompobulu

VIDEO Pemkab Solo Luncurkan Program Solo Mengaji

Menag Terbitkan Aturan Pengeras Suara, Ini Respons MUI

Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh Ajak Masyarakat Ramaikan Pengajian

Menag Pastikan Tidak Ada Pemberhentian Umrah

EKONOMI

  1. Tahu-Tempe Langka, Ini Penjelasan Menteri pertanian

  2. Cek Harga Emas dan UBS Hari Ini di Pegadaian, Senin, 14 Februari 2022

  3. Bappenas Heran Tukang Las Rel Kereta Cepat Didatangkan dari China

  4. Penghasil Sawit Terbesar tapi Minyak Goreng Langkah, KPPU Bakal Interogasi Pengusaha Minyak Goreng

  5. Minyak Goreng Langkah, Rizal Ramli Semprot Airlangga Hartarto

  6. Anggota DPR Kaget Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Jadi Rp 113,9 T

  7. Target KUR BRI Enrekang 429 Milyar Dominan Buat Petani Bawang

  8. IMB Tak Lagi Berlaku, Begini Syarat Mengurus Persetujuan Izin Bangunan Gedung

  9. VIDEO: Didukung 537 Personil, Ini Partisipasi Yodya Karya Wilayah Makassar dalam Membangun Negeri

  10. Produk China Tak Tergantikan, Amerika Pun Tak Berdaya Membendungnya

  11. Ini Daftar Komoditas Ekspor Unggulan Indonesia Sawit hingga Batu Bara

  12. Diprediksi Naik 8 Kali Lipat, Begini Nilai Ekonomi Digital Indonesia di Tahun 2030

Catatan Setahun Work From Home (WFH)

Opini | 2021-03-22

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
MAKASSAR, JALURINFO.COM - Bulan maret ini persis setahun saya bekerja dari rumah (Work From Home-WFH) gara-gara COVID-19. Selama setahun itu, kalau catatan saya tidak salah, 22 kali kali saja saya ke kantor karena urusan yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Artinya dalam sebulan kira-kira hanya 1,7 kali ke kantor dibanding pukul rata 23 kali setiap bulannya.

Dari yang 1,7 kali itupun hitungan jamnya lebih pendek. Paling lama hanya sekitar empat jam. Bandingkan dengan paling sedikitnya delapan jam untuk situasi normal. Kalau dihitung maka per bulan saya menghabiskan 6,8 jam di kantor di masa COVID-19 berbanding 184 jam di masa normal.

Bukan berarti jam kerja kemudian menjadi berkurang ketika bekerja dari rumah. Justru sebaliknya. Karena segala sesuatunya dilakukan lewat online batas antara kantor dan rumah menjadi kabur. Demarkasi waktu kerja dan tidak menjadi rancau. Semacam juga ada perasaan kita harus siap setiap saat untuk online, toh bagaimana lagi kita memang di rumah, dan orang berekspektasi kita selalu lowong untuk dihubungi. Dan itu ternyata lebih melelahkan ketimbang kalau kita harus ke kantor.

Baca juga: Sketsa-sketsa

MINYAK GORENG, YANG IKUT “MENGGORENG” BERITA.
Catatan :Syamsu Nur

Sebulan hingga enam bulan di awal terasa sungguh nikmat bisa bekerja total dari rumah. Pengalaman baru. Begitu banyak yang ternyata bisa diselesaikan. Segala sesuatunya terasa efektif dan efisien. Tidak perlu bermacet-macet di jalan. Tidak perlu buang-buang energi dan waktu.

Tetapi ketika novelty (rasa gembira karena pengalaman baru) berangsur pudar, bekerja dari rumah—jujur saja—mulai terasa berat.

Apa yang tidak saya sadari adalah 184 jam bekerja di kantor bukan hanya persoalan bekerja saja. Tetapi juga persoalan memenuhi kebutuhan kemanusiaan untuk berinteraksi, berbagi cerita, bertatap muka fisik, atau sekadar bertemu orang yang kita tahu terikat dalam sebuah persamaan—dalam hal ini kantor. Dan kantor adalah juga ruang tumpah ruah lalu lintas pengalaman pribadi masing-masing anggotanya. Itu merupakan bahan obrolan yang selalu baru—tentu tidak semuanya harus dibagi—dengan orang di rumah.

Kirim berita, video & pengaduan terkait layanan publik di sini


Jangan Lewatkan:

TERPOPULER HARI INI

KOLEKSI VIDEO POPULER

PT. JALUR INFO NUSANTARA

Jalur Informasi Independen & Terpercaya

Copyright 2020