Makan Bersama
Oleh: Dahlan Iskan

Opini | 2020-05-17

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Infografis Penulis, Dahlan Iskan
JINFONEWS.COM,- Saya tidak mengalami kesulitan hidup dengan protokol Covid-19. Alhamdulillah. Tukang kebun tinggal di rumah. Sudah lebih 20 tahun. Sopir pun tinggal di rumah –yang sebenarnya sudah lebih mirip sekretaris keluarga.

Saya membayangkan sulitnya teman yang sopirnya tiap hari pulang. Yang di rumahnya tidak tahu ketemu siapa saja. Atau pergi ke mana saja.

Di rumah saya hampir sepenuhnya terkontrol. Hanya ada empat orang itu: saya, istri, Pak Man, dan Kang Sahidin itu. Kami memang sesekali keluar rumah. Tapi dengan mobil yang sama. Yang tidak ada orang lain pernah ikut naik di mobil itu.

Ups… Pernah. Staf keuangan di perusahaan putri saya pernah ikut di mobil itu. Seminggu kemudian saya dengar ibunyi terkena Covid-19. Demikian juga ayahnya.

Kami pun heboh diam-diam. Kami putuskan: mengarantina diri selama 10 hari –karena kejadiannya sudah seminggu sebelumnya. Karantina ketat. Sambil tiap hari merasakan apakah ada gejala Covid di antara kami. Demikian juga keluarga putri saya. Dan keluarga putra saya. Semua melakukan karantina dengan waswas yang tidak diperlihatkan.

Sambil menunggu nasib itu kami memperbaiki menu. Tiap pagi makan telur. Dua butir. Waktu itu belum puasa. Minum madu. Minum vitamin. Minum VCO –Virgin Coconut Oil. Makan pisang pagi sore. Makan manggis. Pepaya. Brokoli. Sayur-sayuran. Tidur dan tidur.

Tentu tetap menulis untuk DI’s Way. Saya pun bertanya pada staf keuangan itu. Bapaknyi kerja di mana? Ibunyi kerja apa? Dia sendiri tinggal di mana. Benar. Dia tinggal bersama bapak ibunyi. Gawat.

Baca juga: Sketsa-sketsa

MINYAK GORENG, YANG IKUT “MENGGORENG” BERITA.
Catatan :Syamsu Nur

Ibunyi ibu rumah tangga. Ok. Ayahnyi kerja di Jakarta. Gawat. Tiap Jumat sore pulang ke Surabaya. Gawat.Naik kereta api. Gawat. Tahulah sudah kami, kira-kira apa yang terjadi.

Ayah ibunyi masuk di rumah sakit yang sama: Husada Utama. Dengan keluhan yang sama khas Covid. Dia sendiri karantina di rumah –di lantai atas. Adiknyi karantina di rumah yang sama –di lantai bawah. Mereka tidak menengok ayah-ibu. Tidak boleh.

Setelah lebih 10 hari di rumah sakit sang ayah sembuh. Sudah dinyatakan negatif. Sang ibu masih positif. Beberapa hari kemudian sang ibu juga sembuh. Negatif.

Seisi rumahnyi pun negatif. Kami tetap sehat sampai masa karantina selesai. Kami ikut menarik nafas lega. Sampai 20 hari kemudian tetap juga sehat. Alhamdulillah.

Memang anak-anak saya berbeda pendapat. Setelah menerima info Covid di keluarga staf keuangan itu. Yang satu mengusulkan agar kami ramai-ramai tes. Yang satu berpendapat tidak usah –karantina saja. Kami diskusi panjang lewat WA. Putusan akhirnya bulat: karantina saja.

Waktu itu tes juga belum semudah sekarang. Setelah masa karantina selesai cucu-cucu pun menjadi boleh ke rumah.

Khususnya tiap Sabtu sampai Minggu. Ketika memasuki bulan Ramadan, kebiasaan berprotokol Covid sudah melekat. Kami merasa hidup normal-normal baru.

Tiap pagi tetap olahraga, olahraga Covid: pakai masker, cari yang bersinar matahari, dan jaga jarak. Termasuk di bulan puasa. ”Kok puasa-puasa olahraga satu jam?” tanya beberapa teman.

Jawab saya sama: saya ingat ayah saya. Yang di bulan puasa pun tetap ke sawah. Mencangkul. Sejak jam 6 sampai jam 10 pagi. Di bawah terik matahari. Dengan punggung telanjang.

Saya juga ingat waktu ayah pulang. Sambil memanggul cangkul di pundaknya. Betapa ayah saya itu terlihat lelah, haus, dan lapar. Lalu menggelar tikar di atas lantai –lantai rumah kami terbuat dari tanah.

Ayah pun tidur telentang di atas tikar itu. Tetap dengan celana ke sawah sampai di bawah lutut. Tanpa baju.

Saya lihat perutnya begitu kempes. Kulit perutnya seperti menempel di bagian dalam punggungnya. Begitu lelap tidurnya. Dengan kaki dan celana yang masih belepotan lumpur kering.

Makan Bersama <br>Oleh: Dahlan Iskan
Penulis, Dahlan Iskan



BERITA TERKAIT

Tender Kuota Lelang Ikan: Ambisi Oligarki Kuasai Laut Indonesia
Sketsa-sketsa <br><br>WALIKOTA MAKASSAR DAN PROYEK LISTRIK TENAGA SAMPAH  <br>Catatan : Syamsu Nur.
Sketsa-sketsa <div><br></div>PESANTREN dan PERPRES No.82 Thn 2021 <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>IN MEMORIAM Ir. Haji Fajriaty Muhammadiah General Manajer First Toyota Kalla <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>LAPAS TERBAKAR, PELAJARAN YANG SANGAT MAHAL <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa <div><br></div>SETELAH MEDSOS, MUNCULLAH MURAL <br>Catatan : Syamsu Nur
Sketsa-sketsa<br><br>Selamat Ultah Alwi Hamu, 77 Tahun<br>Catatan: Syamsu Nur
Sketsa-sketsa:<div><br></div>ISOLASI MANDIRI, BAGAIMANA AMANNYA?<br>Catatan: Syamsu Nur
Memorian M. Taufik Fachrudin: ANAK BAND YG BAIK DAN SUKSES, Catatan: SUWARDI THAHIR
Sketsa-sketsa<div><br></div>TERAS EMPANG PARE-PARE, PROFIL SEMANGAT KEMANDIRIAN EKONOMI<br>Catatan: Syamsu Nur

TERPOPULER

  1. Dragon's Breath Flight Line di pulau pribadi Royal Caribbean di Haiti

  2. Keindahan dan Keunikan di Air Terjun Tertinggi di Dunia di Venezuela

  3. Desa Wangxian: Tersembunyi di Pegunungan Cina, Keajaiban Budaya yang Terjaga

  4. Maladewa: Kepulauan Tropis yang Menakjubkan Tetap Menghadapi Ancaman Perubahan Iklim

  5. Half Dome di Taman Nasional Yosemite, Destinasi Hiking yang Memukau dengan Tantangan dan Keindahannya

  6. Begini Nasib Tentara Ukraina yang Tertangkap di Bakhmut

  7. Bermaksud Lakukan Serangan Balik, Rombongan Pasukan Ukraina Dipreteli Artileri Pasukan Rusia

  8. Jelajahi Keimdahan Alam Dunia di Sini

  9. Pegunungan Altai Mongolia, Keindahan Alam yang Menawan di Mongolia

  10. Menakjubkan dan Luar Biasa: Keindahan Istana Augustusburg di Brühl, Jerman

RELIGI

Mengenal Kegiatan Ziadah Tahfidz di Ponpes An-Nur Tompobulu

VIDEO Pemkab Solo Luncurkan Program Solo Mengaji

Menag Terbitkan Aturan Pengeras Suara, Ini Respons MUI

Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh Ajak Masyarakat Ramaikan Pengajian

Menag Pastikan Tidak Ada Pemberhentian Umrah

EKONOMI

  1. Tahu-Tempe Langka, Ini Penjelasan Menteri pertanian

  2. Cek Harga Emas dan UBS Hari Ini di Pegadaian, Senin, 14 Februari 2022

  3. Bappenas Heran Tukang Las Rel Kereta Cepat Didatangkan dari China

  4. Penghasil Sawit Terbesar tapi Minyak Goreng Langkah, KPPU Bakal Interogasi Pengusaha Minyak Goreng

  5. Minyak Goreng Langkah, Rizal Ramli Semprot Airlangga Hartarto

  6. Anggota DPR Kaget Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Jadi Rp 113,9 T

  7. Target KUR BRI Enrekang 429 Milyar Dominan Buat Petani Bawang

  8. IMB Tak Lagi Berlaku, Begini Syarat Mengurus Persetujuan Izin Bangunan Gedung

  9. VIDEO: Didukung 537 Personil, Ini Partisipasi Yodya Karya Wilayah Makassar dalam Membangun Negeri

  10. Produk China Tak Tergantikan, Amerika Pun Tak Berdaya Membendungnya

  11. Ini Daftar Komoditas Ekspor Unggulan Indonesia Sawit hingga Batu Bara

  12. Diprediksi Naik 8 Kali Lipat, Begini Nilai Ekonomi Digital Indonesia di Tahun 2030

Makan Bersama
Oleh: Dahlan Iskan

Opini | 2020-05-17

© Disediakan oleh Jalurinfo.com Infografis Penulis, Dahlan Iskan
JINFONEWS.COM,- Saya tidak mengalami kesulitan hidup dengan protokol Covid-19. Alhamdulillah. Tukang kebun tinggal di rumah. Sudah lebih 20 tahun. Sopir pun tinggal di rumah –yang sebenarnya sudah lebih mirip sekretaris keluarga.

Saya membayangkan sulitnya teman yang sopirnya tiap hari pulang. Yang di rumahnya tidak tahu ketemu siapa saja. Atau pergi ke mana saja.

Di rumah saya hampir sepenuhnya terkontrol. Hanya ada empat orang itu: saya, istri, Pak Man, dan Kang Sahidin itu. Kami memang sesekali keluar rumah. Tapi dengan mobil yang sama. Yang tidak ada orang lain pernah ikut naik di mobil itu.

Ups… Pernah. Staf keuangan di perusahaan putri saya pernah ikut di mobil itu. Seminggu kemudian saya dengar ibunyi terkena Covid-19. Demikian juga ayahnya.

Kami pun heboh diam-diam. Kami putuskan: mengarantina diri selama 10 hari –karena kejadiannya sudah seminggu sebelumnya. Karantina ketat. Sambil tiap hari merasakan apakah ada gejala Covid di antara kami. Demikian juga keluarga putri saya. Dan keluarga putra saya. Semua melakukan karantina dengan waswas yang tidak diperlihatkan.

Sambil menunggu nasib itu kami memperbaiki menu. Tiap pagi makan telur. Dua butir. Waktu itu belum puasa. Minum madu. Minum vitamin. Minum VCO –Virgin Coconut Oil. Makan pisang pagi sore. Makan manggis. Pepaya. Brokoli. Sayur-sayuran. Tidur dan tidur.

Tentu tetap menulis untuk DI’s Way. Saya pun bertanya pada staf keuangan itu. Bapaknyi kerja di mana? Ibunyi kerja apa? Dia sendiri tinggal di mana. Benar. Dia tinggal bersama bapak ibunyi. Gawat.

Baca juga: Sketsa-sketsa

MINYAK GORENG, YANG IKUT “MENGGORENG” BERITA.
Catatan :Syamsu Nur

Ibunyi ibu rumah tangga. Ok. Ayahnyi kerja di Jakarta. Gawat. Tiap Jumat sore pulang ke Surabaya. Gawat.Naik kereta api. Gawat. Tahulah sudah kami, kira-kira apa yang terjadi.

Ayah ibunyi masuk di rumah sakit yang sama: Husada Utama. Dengan keluhan yang sama khas Covid. Dia sendiri karantina di rumah –di lantai atas. Adiknyi karantina di rumah yang sama –di lantai bawah. Mereka tidak menengok ayah-ibu. Tidak boleh.

Setelah lebih 10 hari di rumah sakit sang ayah sembuh. Sudah dinyatakan negatif. Sang ibu masih positif. Beberapa hari kemudian sang ibu juga sembuh. Negatif.

Seisi rumahnyi pun negatif. Kami tetap sehat sampai masa karantina selesai. Kami ikut menarik nafas lega. Sampai 20 hari kemudian tetap juga sehat. Alhamdulillah.

Memang anak-anak saya berbeda pendapat. Setelah menerima info Covid di keluarga staf keuangan itu. Yang satu mengusulkan agar kami ramai-ramai tes. Yang satu berpendapat tidak usah –karantina saja. Kami diskusi panjang lewat WA. Putusan akhirnya bulat: karantina saja.

Waktu itu tes juga belum semudah sekarang. Setelah masa karantina selesai cucu-cucu pun menjadi boleh ke rumah.

Khususnya tiap Sabtu sampai Minggu. Ketika memasuki bulan Ramadan, kebiasaan berprotokol Covid sudah melekat. Kami merasa hidup normal-normal baru.

Tiap pagi tetap olahraga, olahraga Covid: pakai masker, cari yang bersinar matahari, dan jaga jarak. Termasuk di bulan puasa. ”Kok puasa-puasa olahraga satu jam?” tanya beberapa teman.

Jawab saya sama: saya ingat ayah saya. Yang di bulan puasa pun tetap ke sawah. Mencangkul. Sejak jam 6 sampai jam 10 pagi. Di bawah terik matahari. Dengan punggung telanjang.

Saya juga ingat waktu ayah pulang. Sambil memanggul cangkul di pundaknya. Betapa ayah saya itu terlihat lelah, haus, dan lapar. Lalu menggelar tikar di atas lantai –lantai rumah kami terbuat dari tanah.

Ayah pun tidur telentang di atas tikar itu. Tetap dengan celana ke sawah sampai di bawah lutut. Tanpa baju.

Saya lihat perutnya begitu kempes. Kulit perutnya seperti menempel di bagian dalam punggungnya. Begitu lelap tidurnya. Dengan kaki dan celana yang masih belepotan lumpur kering.

Kirim berita, video & pengaduan terkait layanan publik di sini


Makan Bersama <br>Oleh: Dahlan Iskan
Penulis, Dahlan Iskan

Jangan Lewatkan:

TERPOPULER HARI INI

KOLEKSI VIDEO POPULER

PT. JALUR INFO NUSANTARA

Jalur Informasi Independen & Terpercaya

Copyright 2020